Metode Montessori

Metode Montessori yang merupakan metode belajar yang bergantung pada masing-masing anak yang dididik, memiliki keunggulan dalam menumbuhkan kekritisan berpikir, berkolaborasi dalam tim, dan bertindak lebih tegas.[1] Setiap anak memiliki kebebasan dalam memilih aktivitas, yang tentu saja telah diatur sedemikian rupa oleh para pendidiknya untuk menumbuhkan kemandirian, kebebasan dan keteraturan. Guru, anak dan lingkungan yang diatur menciptakan segitiga pembelajaran yang baik. Anak dengan bebas memanfaatkan lingkungan yang ada untuk mengembangkan pribadinya, dan berinteraksi dengan guru ketika membutuhkan bantuan dan atau arahan yang diperlukan.

Setiap tingkatan usia mempelajari hal yang berbeda, ujung tombak pembelajaran dalam metode montessori adalah penggabungan kelompok anak-anak dengan usia yang berbeda-beda. Anak yang lebih muda dapat belajar dari anak yang lebih tua, sekaligus memberikan kesempatan kepada anak yang lebih tua untuk lebih memperkuat kemampuan yang telah mereka kuasai sebelumnya dengan konsep mengajarkan. Nantinya tiap individu pasti merasakannya saat bekerja dan bersosialisasi dengan banyak orang yang berbeda usia di kehidupan nyata.

Montessori juga memperhatikan adanya saat-saat yang sensitif, ketika anak-anak memiliki kesempatan lebih baik dalam mempelajari sesuatu dibanding masa-masa lainnya.

Misalkan di awal masa anak-anak, mereka mempelajari segala sesuatunya melalui aktivitas gerak dan penginderaan, dengan berbagai material yang mengembangkan kekuatan kognitif melalui pengalaman langsung.

Beranjak besar, di tingkatan dasar, anak-anak mulai mengatur pikirannya dari hal-hal yang nyata ke arah yang abstrak. Mereka mulai mengaplikasikan pengetahuannya ke pengalaman nyata.

Pada setiap tingkatan usia, anak disiapkan untuk menghadapi dunia orang dewasa ketika pikiran dan emosi berkembang untuk lebih memahami konsep-konsep yang lebih abstrak seperti keadilan, kebebasan dan kesetaraan.